Nikah adalah sebuah ikatan suci yang diatur dalam syariat Islam, dan pembahasannya secara mendalam dapat ditemukan dalam berbagai kitab fikih, salah satunya adalah Kitab Fathul Qarib. Kitab ini merupakan syarah (penjelasan) dari kitab Ghayat al-Ikhtishar atau yang lebih dikenal dengan Matan Abu Syuja’. Dalam kitab ini, bab nikah dijelaskan secara rinci, mencakup rukun, syarat, hingga hal-hal yang berkaitan dengannya.

Rukun dan Syarat Nikah Menurut Fathul Qarib
Dalam Kitab Fathul Qarib, sahnya sebuah pernikahan bergantung pada terpenuhinya rukun nikah dan syarat-syaratnya. Jika salah satu rukun atau syarat tidak terpenuhi, maka akad nikahnya tidak sah. Rukun nikah ada lima, yaitu:

Adanya calon suami: Syaratnya adalah berakal, baligh, dan tidak dipaksa.

Adanya calon istri: Syaratnya tidak haram dinikahi oleh calon suami, baik karena nasab, persusuan, atau pernikahan.

Adanya wali: Wali adalah orang yang menikahkan pengantin wanita. Wali ini bisa dari pihak keluarga (wali nasab) atau wali hakim jika tidak ada wali nasab yang memenuhi syarat.

Adanya dua orang saksi: Saksi harus beragama Islam, adil, berakal, baligh, dan mengerti bahwa akad nikah tersebut adalah sah.

Adanya sighat (ijab dan qabul): Ijab adalah ucapan dari wali yang menikahkan, sedangkan qabul adalah ucapan penerimaan dari calon suami.

Selain rukun, Fathul Qarib juga menjelaskan syarat-syarat umum yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat dalam pernikahan. Misalnya, calon suami dan istri harus ridha tanpa paksaan, serta tidak sedang dalam keadaan ihram (haji atau umrah).

Wali Nikah dan Urutannya
Wali memiliki peran yang sangat penting dalam pernikahan. Fathul Qarib menjelaskan bahwa wali adalah salah satu rukun nikah yang tidak bisa diabaikan. Urutan wali nasab pun diatur secara hierarkis, dimulai dari yang paling dekat. Urutan wali nasab ini penting untuk diketahui karena jika wali yang lebih dekat ada dan memenuhi syarat, maka wali yang lebih jauh tidak berhak menikahkan. Berikut adalah urutan wali nikah menurut Fathul Qarib:

Ayah kandung.

Kakek dari pihak ayah (ayahnya ayah).

Saudara laki-laki sekandung.

Saudara laki-laki seayah.

Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.

Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah.

Paman dari pihak ayah (saudara laki-laki ayah sekandung).

Paman dari pihak ayah (saudara laki-laki ayah seayah).

Anak laki-laki dari paman sekandung.

Anak laki-laki dari paman seayah.

Jika tidak ada wali nasab atau wali nasab berhalangan (misalnya ghaib, tidak berakal, atau menolak menikahkan tanpa alasan yang dibenarkan syariat), maka wali hakim yang berhak menjadi wali.

Mahar dan Kewajiban Suami Istri
Dalam Kitab Fathul Qarib, mahar atau mas kawin juga menjadi pembahasan penting. Mahar adalah harta yang wajib diberikan oleh calon suami kepada calon istri sebagai tanda keseriusan dan penghormatan. Mahar ini bisa berupa apa saja yang memiliki nilai, baik berupa uang, emas, atau barang berharga lainnya. Besarnya mahar tidak ditentukan, namun disunnahkan untuk tidak memberatkan.

Setelah akad nikah, Fathul Qarib juga menyinggung beberapa kewajiban, seperti kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepada istri dan kewajiban istri untuk taat kepada suami dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariat. Semua ini bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Secara keseluruhan, pembahasan nikah dalam Kitab Fathul Qarib sangat detail dan sistematis, memberikan panduan yang jelas bagi umat Islam dalam menjalankan salah satu sunnah Rasulullah SAW ini.

About Author

Fathir

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *